NEGARA ISLAM PERTAMA SAMPAI TERBUNUHNYA AHLUL
BAIT
I. PENGANTAR
Pada tahun 447 H atau 1069 M, sekelompok orang Yahudi yang mengaku sebagai keturunan dari kaum Yahudi Khaibar di masa Rasulullah datang menghadap Abul Qasim Ali al-wazir (Pejabat Kerajaan Dinasti Abbasiyah). Mereka membawa surat yang mereka akui sebagai surat yang disusun langsung oleh Rasulullah SAW. Surat itu menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW telah menghapus jizyah atas mereka dan seluruh keturunannya. Surat tersebut disaksikan oleh para sahabat dan dalam surat itu tertera nama dua orang yang menurut orang Yahudi tersebut, oleh Rasulullah diangkat sebagai saksi. Kedua orang itu adalah Mua’wiyah ibn Abu Sufyan dan Sa’ad ibn Mu’adz. Mereka juga mengatakan bahwa surat itu ditulis oleh Ali ibn Abi Thalib r.a.
Surat itu dikonfirmasikan kepada al-Hafizh Abu Bakar al-Khathib al-Baghdadi. Seorang sejarawan kondang yang menjadi kepercayaan Dinasti Abbasiyah. Abu Bakar al-Khatib meneliti surat tersebut dan menyimpulkan bahwa surat ini palsu. Sang Perdana Menteri sedikit gusar melihat al-Hafizh begitu cepat mengambil kesimpulan. Dia perintahkan al-Hafizh menelitinya benar-benar. Al-Hafizh mengatakan sekali lagi bahwa surat itu palsu. Akhirnya Perdana Menteri bertanya “Dari mana engkau tahu?”.
Al-Hafizh menjawab, “Dalam surat ini terdapat kesaksian Mu’awyah. Ia masuk Islam saat penaklukan kota Mekah tahun 8 H. Sedangkan penaklukkan Khaibar terjadi pada tahun 7 H. Dalam surat surat ini juga terdapat kesaksian Sa’ad ibn Mu’adz, padahal ia sudah meninggal dunia pada saat Peristiwa perang Khandaq dengan Bani Quraizhah meletus pada tahun 5 H, dua tahun sebelum penaklukan Khaibar.”
Ibnu Katsir mengatakan bahwa Kaum Yahudi melakukan kebohongan ini beberapa kali dalam kurun waktu yang berbeda-beda, yaitu pada zaman Ibnu Jarir (224-310 H), zaman al-Khatib al-Baghdadi (392-463 H), dan zaman Ibnu Taimiyah (661-728 H). Ibnu Jarir memberikan sanggahan yang lebih lengkap selain dua sanggahan diatas. Sanggahan Ibnu Jarir lainnya adalah;
Pertama, jizyah pada saat itu belum disyariatkan. Baik para sahabat maupun orang-orang Arab belum mengenal istilahnya. Jizyah baru disyariatkan setelah Perang Tabuk. Ketika itu Nabi Muhammad SAW memberlakukannya kepada kaum Nasrani Najran dan Yahudi Yaman, dan tidak terhadap Yahudi Madinah.
Kedua, tidak mungkin ada konsensus diantara sahabat rasulullah s.a.w., tabi’in, dan para ahli fikih yang saling berlawanan. Tidak ada satu orang sahabat pun yang menyatakan, “Penduduk Khaibar dan keturunannya tidak wajib membayar jizyah”. Para tabi’in dan ahli fikih tidak ada yang mengatakan demikian. Apabila surat itu asli maka semua sahabat akan bersaksi bersama Ali bin Abi Thalib, dan menyatakan hal yang sama dengan pengakuan orang-orang Yahudi pembawa surat tersebut. Para sejarawan muslim pasti akan mencatat peristiwa sepenting itu.
Kisah diatas memberi gambaran kepada kita pentingnya mempelajari sejarah. Sejarah merupakan kejadian atau peristiwa dimasa lampau yang yang memiliki pengaruh, kaitan erat dan hubungan sebab akibat dengan kejadian-kejadian sesudahnya. Mempelajari sejarah adalah mempelajari rangkaian kejadian dan peristiwa yang memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung satu dengan yang lainnya. Sejarah yang benar, yang sesuai dengan fakta kejadiannya, merupakan takdir Allah untuk terjadi. Sejarah yang sesuai fakta merupakan kehendak Allah. Lepas dari pahit getirnya atau indah dan eloknya peristiwa tersebut.
Tulisan ini tidak akan mengulas panjang lebar tentang perjalanan sejarah Islam sebagai seperangkat aturan dan ajaran hidup, namun hanya akan fokus pada unsur-unsur negara didalam sejarah Islam itu sendiri. Pendirian negara Madinah merupakan tonggak sejarah penting dalam sejarah Islam. Berdirinya Negara Madinah adalah sebuah prestasi besar yang dicapai umat Islam awal bersama Rasulullah SAW. Tanpa Negara Madinah, Islam tidak akan memiliki momentum dan dasar pijakan kuat untuk dapat berkembang menjadi sebuah aturan hidup yang diimani oleh seperlima manusia di bumi.
Sejarah mungkin dapat dipahami sebagai takdir Allah yang merupakan suatu keniscayaan. Sejarah juga dapat dipahami sebagai suatu rangkaian kejadian yang terjadi secara alami dimana seluruh kejadiannya karena tindakan manusia tanpa campur tangan Ilahi. Sejarah sebagai satu bidang ilmu mempelajari peristiwa demi peristiwa yang terjadi, secara obyektif apa adanya, lepas dari pemikiran-pemikiran Ilahiah. Namun demikian, Sejarah Islam awal merupakan kejadian-kejadian dan rangkaian peristiwa yang berjalan seiring dengan turunnya wahyu Allah kepada Rasulullah SAW.
Faktor penentu dari tumbuhnya peradaban adalah terbentuknya masyarakat yang terorganisir dan mengatur bidang-bidang kehidupan sosial ekonomi secara bersama dalam suatu komunitas yang sepakat untuk hidup berdampingan. Tumbuhnya peradaban-peradaban awal dalam sejarah manusia, diawali dengan terbentuknya organisasi sosial dimana didalamnya terdapat administrasi dan hirarki yang terbentuk secara alami. Pembagian kerja dan fungsi tiap manusia yang diatur oleh kebutuhan dalam mempertahankan dan mencukupi kebutuhan hidup merupakan faktor pendorong pertama manusia mengatur diri dalam organisasi masyarakat.
Berdirinya Negara Medinah merupakan awal terbentuknya masyarakat Islam yang terorganisir. Dengan terbentuknya masyarakat Islam yang terorganisir dan organisasi masyarakat di Medinah, maka terbentuklah sebuah peradaban baru. Peradaban yang merupakan embrio dari suatu empirium rakasasa yang menjadi patron dunia selama hampir 2000 tahun, Peradaban Islam. Dari Negara Medinah inilah sebenarnya titik awal kekuatan dan suri tauladan yang terbentuk yang kemudian dicatat serta diingat oleh seluruh umat manusia hingga akhir jaman. Sebuah peradaban yang menginspirasi peradaban lainnya. Sebuah peradaban yang meletakkan dasar-dasar kemajuan seluruh umat manusia di bumi berabad-abad sesudahnya.
II. TERBENTUKNYA NEGARA MADINAH
Rasulullah SAW lahir di tengah kabilah besar, bani Hasyim di kota Makkah pada pagi hari Senin, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, tahun 571 M. Hal ini sesuai dengan analisis ulama besar, Muhammad Sulaiman al-Manshur Furi dan seorang astrolog bernama Mahmud Basya. Beberapa sumber menyebutkan, telah terjadi irhashat ketika kelahiran Rasulullah. Diantaranya; jatuhnya empat belas beranda istana kekaisaran Persia, padamnya api yang biasa disembah oleh kaum Majusi dan robohnya gereja-gereja di sekitar danau Sawah setelah airnya menyusut. Riwayat tersebut dilansir oleh ath-Thabari, al-Baihaqi dan lainnya namun tidak memiliki sanad yang valid. Tatkala beliau berumur 40 tahun, Rasulullah sering mengasingkan diri di Gua Hira. Pada tahun dimana beliau berusia 40 tahun ini beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul dengan diturunkannya wahyu pertama.
Sejarah Islam dimulai dari turunnya wahyu pertama di Gua Hira, dimana Nabi Muhammad SAW menerima kehadiran Jibril AS. Sebagian ulama sepakat bahwa kejadian ini bertepatan pada hari Senin, tanggal 21 Ramadhan, di malam hari, bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Pada saat inilah Muhammad SAW menerima wahyu untuk pertama kalinya. Islam adalah Al-Qur’an dan Hadist. Saat dimana Jibril AS turun membawa wahyu pertama di Gua Hira’ merupakan saat dimana bacaan Al-Qur’an pertama terpatri dalam kalbu Rasulullah SAW. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 22 tahun. Turunnya wahyu pertama ini merupakan tonggak sejarah Islam dimana Rasulullah diangkat menjadi Nabi. Tonggak sejarah ini menjadi patokan waktu untuk mengingat kejadian-kejadian sesudahnya. Kejadian yang terjadi sesudah wahyu pertama turun, dihitung dengan mengaitkan dengan kejadian ini. Kurun waktu tahun disebut dengan tahun pertama kenabian, tahun kedua kenabian, tahun ketiga kenabian, dan seterusnya. Hal ini berlangsung hingga peristiwa Hijrah.
A. Yathrib
Bagi Nabi Muhammad SAW, Yathrib mempunyai arti hubungan yang bukan saja hubungan dagang, tetapi suatu ikatan batin yang sangat dekat. Di tempat itu ada sebuah kuburan, kuburan itu ialah makam ayahnya, Abdullah b. Abd'l-Muttalib. Ke makam inilah Aminah sebagai isteri yang setia berziarah. Ketika berusia enam tahun, Muhammad juga pernah ke Yathrib menemani ibunya. Bersama ibunya ia ziarah ke makam ayahnya itu. Kemudian mereka berdua kembali pulang. Aminah jatuh sakit di tengah perjalanan, dan akhirnya wafat. Lalu dikuburkan di Abwa' - pertengahan jalan antara Yathrib dengan Mekah. Tanpa diketahui oleh Muhammad sendiri, tempat yang nantinya akan dikenal sebagai Medinah ini adalah tempat dimana Muhammad akan beroleh kemenangan, tempat dimana Islam akan beroleh kemenangan, dan tempat dimana Islam akan tumbuh dan berkembang
Yatsrib adalah sebuah kota kecil di dekat pantai Laut Merah, sekitar 250 kilometer sebelah utara Mekah. Yatsrib merupakan kota pertanian dengan tanah yang subur. Terletak 625 m diatas permukaan laut di sebuah oasis yang subur. Berada di daerah dataran tinggi yang disebut sebagai dataran Hejaz. Yatsrib dikelilingi oleh pegunungan dan perbukitan disekelilingnya. Puncak tertinggi dari perbukitan yang mengelilingi kota ini adalah Gunung Uhud yang menjulang 2000 m diatas permukaan laut. Karakter penduduk Yatsrib yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, berbeda dengan karakter penduduk Mekah. Penduduk Yatsrib cenderung lebih tenang dan tidak terlalu kasar. Yatsrib dalam perjalanan sejarahnya, terbentuk menjadi sebuah kota makmur yang memiliki masyarakat yang majemuk.
Kota ini pertama kali disebutkan dalam catatan yang dibuat pada tahun 6 SM yang dinamakan Nabonidus Chronicle. Teks bangsa Asiria menyebutkan nama Yatsrib sebagai Iatribu. Pada masa Ptolomeus berkuasa di Mesir, oasis subur yang berada di sebelah barat Laut Merah disebutnya sebagai Lathrippa. Masyarakat pertama yang bermukim di daerah ini adalah Bani Matraweel dan Bani Hauf, yang merupakan keturunan dari Sam bin Nuh. Merekalah yang pertama kali menanam dan menuai hasil panen di daerah ini.
Kaum Yahudi mulai bermukim di daerah ini pada abad pertama. Gelombang pertama kedatangan mereka adalah pada tahun 70 M ketika mereka di daerah al-Sham disekitar Mesir melawan Bangsa Romawi yang pada saat itu dipimpin oleh Kaisar Titus gagal. Gelombang kedua kedatangan mereka terjadi pada abad ke-2 M. Mereka adalah pelarian dari daerah Palestina, setelah dikalahkan oleh Kaisar Romawi Hadrian pada tahun 135 M. Kaum Yahudi yang berpengaruh di daerah Hejaz sampai kedatangan Rasulullah adalah Bani Qaynuqa, Bani Quraizah, dan Bani Nadir. Pada masa Kerajaan Persia menguasai daerah Hejaz, Bani Quraizah merupakan penarik pajak untuk kaisar Persia. Bani Quraizah merupakan suku Yahudi Medinah yang paling licik sekaligus cerdik, ahli politik dan siasat licik, yang mengakibatkan dimusnahkannya suku ini oleh Rasulullah.
Pada sekitar abad ke-2 M, suku-suku Arab dari Yaman yang bermigrasi ke Yatsrib, diantara mereka yang terbesar adalah Suku Aus dan Khazraj. Suku Aus dan Khazraj adalah keturunan Al-Azd yang berkuasa di Yaman. Para sejarawan berbeda pendapat mengenai sebab kedatangan Bani Azd dari Yaman ini. Sebagian sejarawan berpendapat penyebab migrasi ini adalah karena hancurnya bendungan besar di Yaman yang bernama bendungan Ma’rib. Pendapat lain menyatakan perpindahan ini disebabkan karena kekacauan politik di Yaman dan penguasaan Bangsa Romawi atas Laut Merah. Pada awalnya, kedua suku pendatang ini berada dibawah kendali Kaum Yahudi. Yahudi yang telah berpengalaman dan memiliki teknologi pertanian, perdagangan dan industri rumah tangga yang jauh lebih maju daripada kaum pendatang. Namun kemudian Bani Adz memberontak dibawah pimpinan Malik bil-Ajlan, yang berhasil menewaskan pemimpin Yahudi yang bernama Al-Fityun. Pemberontakan ini merubah organisasi masyarakat di Yathrib sehingga pada abad ke-5 M Kaum Yahudi kehilangan kendali atas Kota Yatsrib. Pengaruh Bani Aus dan Bani Khazraj berhasil mengalahkan pengaruh kaum Yahudi dan menguasai seluruh kota.
Penguasaan Bani Adz di Yathrib tentu tidak bisa diterima begitu saja oleh kaum Yahudi. Mereka mulai mencari cara untuk mendapatkan kembali kendali atas kota tersebut. Mereka sadar bahwa perlawanan secara fisik sudah tidak dapat lagi dilakukan karena seiring dengan berjalannya waktu, Bani Adz juga tumbuh semakin kuat dengan sumber daya dan dana yang mereka dapatkan dari penguasaan kota Yathrib. Selain itu, Bani Adz mendapatkan dukungan dari suku-suku Arab di luar Yathrib. Terutama dari kaum-kaum yang berada dibawah pengaruh Romawi Timur (Bizantium) yang beragama Nasrani. Kaum Nasrani membenci Yahudi karena mereka percaya Kaum Yahudi telah menyalib dan membunuh Tuhan mereka, Yesus Kristus. Kaum Yahudi kemudian menerapkan cara tipu daya dan adu domba untuk memecah-belah Bani Adz. Mereka mulai melakukan rekayasa-rekayasa dan cara-cara halus untuk mengadu domba suku Aus dan Khazraj. Cara ini rupanya berjalan dengan sangat efektif. Orang-orang Arab yang sangat fanatik kepada ikatan suku sangat mudah dibakar emosi. Akibatnya suku Aus dan Khazraj ini menjadi bermusuhan hingga terjadi pertempuran-pertempuran besar antara mereka yang memakan banyak korban jiwa, dan hal itu tercatat dalam sejarah. Tercatat pertempuran besar yang terjadi antara Aus dan Khazraj dalam beberapa kurun waktu berbeda seperti Perang Sumayr, Perang al-Sararah, Perang Hatib dan Perang Bu’ath.
Peperangan antara suku Aus dan Khazraj dapat mengembalikan porsi kekuasaan Kaum Yahudi meski tidak sepenuhnya. Kaum Yahudi mengambil keuntungan secara sembunyi-sembunyi dari perpecahan Bani Adz. Perpecahan ini membuat mereka dapat menjalankan politik keberpihakan dan menjual peralatan perang buatan mereka. Perang membuat Bani Adz kerepotan dan tidak begitu memperhatikan kota Yathrib lagi. Suku Aus dan Khazraj mulai memberikan kepercayaan atas beberapa hal penting untuk mengatur kota Yathrib kepada Kaum Yahudi. Perpecahan ini membuat Kaum Yahudi bisa menguasai kembali secara de facto kekuasaan mereka di Yathrib. Perang antara suku Bani Adz membuat kaum Yahudi dapat memperluas perdagangan mereka, melipatgandakan kekayaan mereka dan memperkuat pertahanan Kaum Yahudi. Hal seperti ini terjadi pada sekitar abad ke-4 M sampai akhirnya Rasulullah mendamaikan Suku Aus dan Khazraj pada abad ke-7.
B. Bai’at Aqaba dan Hijrah ke Madinah
Bai’at Aqaba merupakan rangkaian kejadian yang menjadi pondasi berdirinya negara Madinah. Proses Bai’at Aqaba diawali dengan pertemuan Rasulullah SAW dengan 6 orang suku Khazraj yang terjadi pada tahun ke-11 kenabian. Ketika suatu malam, Rasulullah SAW pergi bersama Abu Bakar dan Ali melintasi perkemahan milik suku Dzuhl dan Syaiban bin Tsa’labah. Beliau mengajak mereka untuk masuk Islam. Rasulullah memperkenalkan Islam kepada mereka dan mereka menyambut dengan sangat positif. Namun demikian, mereka belum dapat secara keselurahan menerima Islam. Kemudian Rasulullah SAW melewati lokasi bukit Aqabah di Mina. Disana, beliau mendengan suara kaum laki-laki tengah berbincang-bincang. Beliau sengaja mendekat dan mendatangi mereka. Ternyata mereka adalah enam orang pemuda dari Yatsrib. Semuanya berasal dari suku Khazraj. Mereka adalah:
-
As’ad bin Zurarah dari Bani an-Najjar
-
Auf bin al-Harits bin Rifa’ah, ibnu Afra dari Bani an-Najjar
-
Rafi’ bin Malik nin al-Ajlan dari Bani Zuraiq
-
Quthbah nin Amir bin Hadidah dari Bani Salamah
-
Uqbah bin Amir bin Nabi dari Bani Haram bin Ka’b
-
Jabir bin Abdullah bin Riab dari Bani Ubaid bin Ghanam
Keenam orang ini merupakan orang-orang yang bergaul erat dengan orang-orang Yahudi di Yatsrib dan sering mendengar akan datangnya nabi terakhir yang akan membawa risalah baru. Mereka sangat antusias dengan dakwah Rasulullah SAW mengenai Islam. Mereka semua menaruh harapan kepada Rasulullah untuk membimbing mereka lepas dari perang saudara yang selama ini menghancurkan sendi-sendi kehidupan di Yatsrib. Enam orang ini segera memeluk Islam dan menyampaikan perkataan Rasulullah kepada orang-orang terdekat mereka di Yatsrib. Berita tentang Muhammad tersebar cepat di Yatsrib dan ini merupakan informasi pendahuluan yang menggugah keingintahuan masyarakat Yatsrib.
1. Baiat Aqaba Pertama
Tiba giliran tahun berikutnya pada tahun ke-12 kenabian, bulan-bulan sucipun datang lagi bersama datangnya musim ziarah ke Mekah. Pada bulan Juli tahun 621 M, datanglah 12 orang laki-laki menemui Rasulullah SAW. ke tempat itu datang pula duabelas orang penduduk Yathrib. Mereka ini bertemu dengan Nabi di sisi bukit 'Aqabah di Mina. Dari dua belas orang ini, 5 diantaranya adalah orang-orang yang bertemu Rasulullah pada tahun ke-11 kenabian, selain Jabir bin Abdullah bin Riab. Tujuh wajah baru lainya adalah:
-
Mu’adz bin al-Harits; dari Bani an-Najjar (suku Khazraj)
-
Dzakwan bin Abd al-Qais dari BNami Zuraiq (suku Khazraj)
-
Ubadah bin ash-Shamit dari Bani Ghanam (suku Khazraj)
-
Yazid bin Tsa’labah, sekutu Bani Ghanam (suku Khazraj)
-
Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah dari Bani Salim (suku Khazraj)
-
Abu al-Haytsam nin at-Tayhan dari Bani Abd al-Asyhal (suku Aus)
-
Uwaim bin Sa’idah dari Bani Amr bin Auf (suku Aus)
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamad bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Kemarilah berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak berbuat dusta yang kamu buat-buat antara tangan dan kakimu dan tidak durhaka terhadapku dalam hal yang ma’ruf. Siapa saja diantara kamu yang menepati, maka Allah lah yang akan mengganjar pahalanya dan siapa saja yang melakukan sesuatu dari hal itu lalu diberi sanksi karenanya di dunia, maka itu adalah penebus dosa baginya, siapa saja yang mengenai sesuatu dari itu lalu Allah tutup aibnya, maka urusannya tergantung kepada Allah; jika Dia menghendaki, Dia mengazabnya dan jika Dia menghendaki, Dia akan memaafkannya.” Kemudian Ubadah berkata, “Lalu aku membai’at beliau atas hal itu.”
Kejadian ini dicatat dalam sejarah sebagai Bai’at Aqabah Pertama.
Rasulullah SAW kemudian mengutus duta pertama di Madinah bersama para pembai’at tersebut guna mengajarkan syariat Islam kepada kaum muslimin disana. Duta itu juga bertugas memberikan pemahaman tentang Dien al-Islam serta bergerak menyebarkan Islam di kalangan mereka yang masih dalam kesyirikan. Untuk urusan tersebut, beliau memilih seorang pemuda Islam yang merupakan salah seorang as-Sabiqun al-awwalun (orang-orang yang pertama-tama masuk Islam) dan juga terkenal sebagai muqri (orang yang ahli mengaji dan bacaannya merdu), yaitu Mush’ab bin Umair al-Abdari. Mush’ab singgah terlebih dahulu ke kediaman As’ad bin Zurarah, lalu keduanya mulai menyebarkan Islam kepada para penduduk Yatsrib dengan sungguh-sungguh dan penuh vitalitas. Keduanya sukses menyebarkan Islam kepada para penduduk Yatsrib. Sa’ad bin Muadz dan Usaid bin Hudair yang merupakan pemimin Bani Asyhal yang pada saat itu masih dalam kesyirikan, mendapat anugerah petunjuk dan hidayah dari Allah SWT melalui dakwah Mush’ab bin Umair. Hal ini membuat seluruh kaum Bani Asyhal beriman kepada Islam.
Di tempat inilah mereka menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi (yang kemudian dikenal dengan nama) Ikrar 'Aqaba pertama. Mereka berikrar kepadanya untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depannya atau di belakang. Jangan menolak berbuat kebaikan. Barangsiapa mematuhi semua itu ia mendapat pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya kembali kepada Tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa.
C. Piagam Madinah
1. | | Hadza kitabun min 'indi al-nabiyyi (rasulillah) baina al-mu'minin wa almuslimin min quraisyin wa ahli yatsriba wa mantabi'ahum faltaqi bihim wa jahid ma'ahum | Ini adalah naskah perjanjian dari Muhammad Nabi dan Rasul Allah, mewakili pihak kaum yang Beriman dan memeluk Islam, yang terdiri dari warga Quraisy dan warga Yastrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka serta yang berjuang bersama mereka. |
2 | | Annahum ummatun wahidatun min duni al-nasi | Mereka adalah yang satu dihadapan kelompok manusia lain |
| | | |
| | | |
| | | |
| | | |
| | |
II. ABUBAKAR ASHIDIQ
III. UMAR BIN KHATTAB
IV. UTHMAN BIN AFFAN
V. ALI BIN ABI THALIB DAN JERITAN SUCI KELUARGA NABI
VI. PERUBAHAN BENTUK NEGARA DAN REVOLUSI